shadow
BACK TO TOP

Minggu, 26/10/2025 19:04 WIB

Apa Itu Co-Parenting yang Dijalani Raisa dan Hamish Usai Bercerai?

Nafilah Sri Sagita K - detikHot
Apa Itu Co-Parenting yang Dijalani Raisa dan Hamish Usai Bercerai? Raisa Andriana dan Hamish Daud akhirnya buka suara usai kabar keretakan rumah tangga mereka ramai dibicarakan di media sosial. Dalam pernyataan bersama, pasangan yang menikah pada 2017 itu membenarkan bahwa mereka telah berpisah secara baik-baik.
Keduanya menegaskan keputusan ini diambil demi kebaikan putri mereka, Zalina Raine Wyllie, serta meminta publik menghormati privasi keluarga.

"Hubungan kami tetap baik, meski berubah. Yang tidak akan berubah adalah cinta kami kepada Zalina. Sudah menjadi tugas seumur hidup kami untuk menjaga dan merawat putri kami," kata Raisa dan Hamish dalam pernyataan tertulis.
Mereka menambahkan akan tetap hadir bersama sebagai orang tua.
"Kami akan terus hadir bersama sebagai co-parents untuk memastikan dia tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang," lanjut keduanya.

Apa Itu Co-Parenting?

Istilah co-parenting kerap muncul dalam kasus perceraian publik, termasuk yang dijalani Raisa dan Hamish.
Dikutip detikHealth dari Very Well Mind, co-parenting adalah pola pengasuhan bersama di mana kedua orang tua tetap berbagi tanggung jawab membesarkan anak, meski sudah tidak lagi menjalin hubungan romantis.

Penelitian menunjukkan, konflik berkepanjangan antara orang tua setelah perceraian dapat memengaruhi kondisi emosional anak. Anak bisa lebih rentan terhadap stres, kesulitan beradaptasi, hingga menurunnya rasa percaya diri.
Karena itu, pola co-parenting yang sehat menjadi penting agar anak tetap tumbuh di lingkungan stabil dan penuh dukungan.

Jenis-Jenis Co-Parenting

Psikolog membagi co-parenting menjadi tiga tipe utama:

1. Co-Parenting Konfliktual

Orang tua sering berselisih, jarang berkomunikasi, dan menerapkan aturan berbeda di rumah masing-masing. Anak sering terjebak di tengah konflik, sehingga berisiko mengalami kecemasan atau gangguan perilaku.

2. Co-Parenting Kooperatif

Kedua orang tua mampu bekerja sama, rutin berkomunikasi tentang hal-hal penting, dan menempatkan kepentingan anak di atas ego pribadi. Ini merupakan pola yang paling sehat dan ideal karena memberikan stabilitas serta dukungan emosional bagi anak.

3. Co-Parenting Paralel

Masing-masing orang tua menjalankan pengasuhan sendiri tanpa banyak interaksi. Pola ini bisa mengurangi konflik, tetapi kadang membuat anak kebingungan karena perbedaan aturan di rumah.

Ciri Co-Parenting yang Sehat

Hubungan co-parenting yang baik biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan yang jelas antara kedua pihak, meliputi:
  • Jadwal kunjungan dan waktu bersama anak
  • Rutinitas harian seperti jam tidur, makan, dan kegiatan sekolah
  • Pendidikan dan biaya sekolah
  • Urusan kesehatan anak
  • Tanggung jawab keuangan keluarga
Kesepakatan ini membantu anak merasa aman dan tidak terjebak dalam konflik antar orang tua.

Tips Sukses Jalani Co-Parenting

Berikut saran dari sejumlah psikolog keluarga untuk menjalankan co-parenting yang sehat:

1. Komunikasi Terbuka dan Rutin

Gunakan cara yang sopan dan profesional. Fokus pada kebutuhan anak, bukan masa lalu.

2. Buat Rencana Pengasuhan yang Fleksibel

Jadwal bisa disesuaikan selama keputusan tetap mengutamakan kepentingan anak.

3. Hormati Gaya Pengasuhan Masing-masing

Selama tidak membahayakan anak, biarkan setiap orang tua menjalankan perannya sesuai gaya masing-masing.

4. Tetap Positif Saat Bertemu di Sekolah atau Acara Anak

Anak akan merasa aman jika melihat kedua orang tuanya bisa berinteraksi dengan tenang.

5. Manfaatkan Waktu Sendiri untuk Pulih

Gunakan waktu ketika anak bersama orang tua lain untuk beristirahat, beraktivitas positif, atau mengembangkan diri.

6. Berikan Ruang bagi Pasangan Baru

Selama pasangan baru menghormati hubungan anak dengan kedua orang tuanya, situasi ini bisa dikelola dengan baik.

7. Fokus pada Masa Depan Anak

Co-parenting bukan tentang memperbaiki masa lalu, melainkan membangun masa depan yang sehat bagi anak.
Kisah Raisa dan Hamish menunjukkan bahwa perceraian tak selalu identik dengan permusuhan. Dengan komunikasi yang baik, saling menghormati, dan komitmen pada anak, keluarga tetap bisa berjalan meski dalam bentuk berbeda.
Pada akhirnya, perceraian tidak mengakhiri keluarga-hanya mengubah bentuknya.
(dpw/dpw)
KOMENTAR